.

Minggu, 30 Januari 2011

Bukan Obat Yang Menyembuhkan

Bukan Obat Yang Menyembuhkan




Siapakah yang menyembuhkan seseorang dari sakitnya? Apakah sang dokter?
Ataukah obat yang diberikan kepada pasien? Ataukah diri pasien itu sendiri?
Inilah pertanyaan yang sangat mendasar.


Coba kita, ambil contoh sederhana. Cermatilah


tangan yang sedang terluka. Jika tangan anda terluka, biasanya anda akan
memberinya obat. Boleh jadi, dokter anda memberikan obat merah, betadine,
tensoplast, handyplast, sofratul, dan lain sebagainya.




Apakah yang terjadi setelah itu? Beberapa hari kemudian luka anda sembuh.
Luka yang terbuka itu merapat kembali. Tinggal bekasnya saja. Siapakah yang
menyembuhkan luka anda, sehingga robekan luka itu merapat kembali? Apakah
sang dokter? Ataukah obat yang diberikannya? Ataukah tubuh anda sendiri?




Mungkin anda akan menjawab: "Dokterlah yang menyembuh kan luka saya." Tapi
kita bertanya: "Apakah benar, dokter yang merajut robekan luka di tangan
anda ?" Pasti anda bakal menjawab, bukan. Dan mengatakan, obat itulah yang
menyebabkan dampak kesembuhan luka tersebut. "apakah benar obat itu yang
menyatukan robekan luka itu?" Benarkah 'si obat' memiliki kemampuan merajut
kulit yang sobek teriris ? Meskipun mulai ragu, tapi saya yakin anda akan
menjawab kayaknya bukan obat itu yang berfungsi menyembuhkan luka dan
'menjahit' luka sehingga menyatu kembali.




Memang jawaban yang benar cuma satu : yang menyembuhkan luka di tangan kita
ini sebenarnya adalah diri kita sendiri. Bukan obat, atau dokter penolong
kita itu. Lho, lantas fungsi dokter itu apa?




Dia lewat pengetahuan dan keahliannya sekadar mengkondisi-kan agar luka
tersebut bisa cepat sembuh. Sedangkan obat, berfungsi untuk menjaga agar
proses penyembuhan yang dilakukan oleh mekanisme di dalam tubuh kita bisa
berlangsung baik. Di antaranya, agar tidak tejadi infeksi. Atau, katakanlah,
untuk membantu mempercepat terjadinya penyembuhan oleh badan kita sendiri.




Sebenarnya bukan hanya luka yang disembuhkan oleh mekanisme internal dalam
tubuh kita, melainkan seluruh penyakit. Tubuh kita memiliki mekanisme yang
luar biasa hebat yang oleh 'Sang Pencipta' sudah didesain sedemikian rupa
sehingga menjaga kita agar tidak sakit. Kecuali kondisi tubuh kita sedang
tidak seimbang.






Kedokteran




Selain kedokteran Barat, kita mengenal ilmu kedokteran Timur. Penyembuhan
ala Timur ini kebanyakan berkembang di negara-negara 'tua', seperti China,
India, dan Tibet. Konsep yang dijadikan pegangan sangatlah berbeda dengan
kedokteran Barat.




Penyembuhan ala kedokteran Barat bertumpu pada obat dan pembedahan. Dan
karena itu, menganggap fisik manusia bisa 'digarap' secara terpisah.
Sedangkan kedokteran Timur bertumpu pada konsep keseimbangan dalam tubuh.
Manusia dipandang sebagai satu kesatuan antara badan dan jiwanya. Karena
itu, keduanya saling mempengaruhi, termasuk dalam proses penyembuhan
penyakit. Dan tubuh manusia dipahami sebagai suatu sistem energi yang
berkeseimbangan.




Maka, dalam konsep kedokteran Timur, seseorang dikatakan sakit ketika di
dalam tubuhnya terjadi ketidak seimbangan energi atau sistem holistiknya,
sehingga memunculkan keluhan tertentu.


Sedangkan dalam kedokteran Barat, seseorang dikatakan sakit ketika
memunculkan gejala-gejala sakit secara fisik. Biasanya muncul berupa panas,
rasa sakit, pembengkakan, dan keluhan-keluhan semacamnya, yang menandakan
terjadinya gangguan pada 'sistem organ' tubuh seseorang.




Meskipun secara sepintas sama, keduanya memiliki perbedaan yang sangat
mendasar. Kedokteran Timur memandang tubuh manusia secara holistik jiwa
raga, sedangkan kedokteran Barat memandang manusia secara fisik, yang bisa
'dipetak-petak' secara organik., Dan, perbedaan sudut pandang ini akhirnya
berpengaruh kepada cara penyembuhan yang dilakukan.




Berikut ini adalah beberapa contoh sistem penyembuhan Timur, yang sudah
populer kita ketahui.




1. Penyembuhan akupuntur




Penyembuhan ala Timur yang paling populer adalah tusuk jarum (accupuntur)
dan pijat (accupressure). Metode penyembuhan yang berasal dari daratan China
itu sudah berumur ribuan tahun, dan dikembangkan secara turun temurun, serta
teruji secara klinis.




Konsep yang dianut sangatlah berbeda dengan metode Barat. Konsep accupunture
didasarkan pada keseimbangan energi secara holistik. Bahwa tubuh memiliki
mekanisme penyembuhan secara energial. Tubuh dikatakan sehat jika berada
dalam keseimbangan energinya. Dan dikatakan sakit jika tidak seimbang sistem
energinya.




Untuk menyeimbangkan sistem energi itulah, seseorang yang sakit perlu
distimulasi di titik tertentu di tubuhnya. Cara menstimulasinya, bisa dengan
tusukan jarum atau pun dengan pijatan. Titik titik accupuncture itu
berjumlah ribuan di permukaan tubuh manusia, seiring dengan pengembangan dan
ketelitiannya.




Stimulasi energi itu ternyata tidak mengikuti aliran darah, sebagaimana
konsep Barat. Maksud saya, sistem aliran darah bukanlah satu-satunya sistem
yang terkait dengan kesehatan manusia. Demikian pula sistem limfe alias
getah bening. Mekanisme akupuntur melewati suatu sistem energi yang berada
di luar perkiraan konsep Barat selama ini. Jalur stimulasi itu ternyata
bergerak antar sel. Saya punya seorang kawan dokter spesialis radiologi di
Surabaya. Entah mengapa, dia tertarik untuk mempelajari teknik akupuntur.
Lantas, dia mengambil program S 3, doktoral, untuk bidang akupuntur.
Sehingga disertasinya juga tentang akupuntur.




Dia ingin membuktikan bahwa mekanisme energial yang terjadi pada stimulasi
akupuntur itu bisa dijelaskan dengan menggunakan konsep pemikiran Barat. Dan
dia berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan para profesor
pengujinya. Bahwa, akupuntur memiliki dasar pijakan berpikir ilmiah yang
bisa dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, di dalam tubuh kita memang ada
suatu sistem energial yang juga berfungsi dalam mekanisme keseimbangan untuk
menjaga kesehatan manusia.




Bagian yang paling menarik adalah ketika dia bercerita tentang proses
stimulasi energi. Lewat percobaan yang tergolong eksentrik, dia membuktikan
bahwa stimulasi energi itu memang tidak melewati jalur peredaran darah. Dia
membuktikan dengan cara menyuntikkan zat-zat radioaktif ke dalam tubuhnya
sendiri. Zat radioaktif itu diperlukan agar dia bisa mendeteksi aliran
pergerakannya.




Prinsipnya begini. Zat radioaktif memancarkan sinar Gama yang bisa dideteksi
dengan menggunakan detektor. Maka, ketika zat radioaktif itu disuntikkan ke
dalam tubuhnya, sinar itu tetap menembus ke permukaan kulit dan bisa diikuti
pergerakannya dari luar tubuh dengan menggunkaan detektor Gama. Dia ingin
membuktikan, apakah zat itu terbawa oleh aliran darah ataukah melewati
sistem yang lain.




Maka disuntikkanlah cairan zat radioaktif itu ke titik-titik akupuntur
tertentu di permukaan tubuhnya. Titik akupuntur itu merupakan refleksi dari
organ-organ tertentu seperti ginjal, jantung, paru, liver dan lain
sebagainya. Secara akupuntur, jika seseorang ditusuk jarum pada titik
refleksi ginjal, maka stimulasi energi itu akan langsung masuk ke organ
ginjal tanpa melewati mekanisme lain.




Ketika zat radioaktif itu disuntikkan ke titik akupuntur yang merupakan
refleksi organ ginjal, ternyata benar dugaannya bahwa zat radioaktif itu
tidak bergerak melewati peredaran darah, melainkan bergerak antarsel. Dengan
sangat jelas lewat detektor dia bisa mengikuti pergerakan sinar Gama yang
menembus jaringan antarsel.




Hal ini membuktikan bahwa ternyata ada pergerakan energi yang menghubungkan
antara titik-titik akupuntur di seluruh tubuh dengan organ-organ di dalam
tubuh yang tersusun secara sistemik. Itulah yang dikenal sebagai sistem
keseimbangan energi. Dengan disertasinya itu, ia kini telah menjadi doktor.
Dan, kemudian banyak diundang untuk memberikan kuliah sampai ke luar negeri.
Memahami konsep kedokteran timur dengan menggunakan pendekatan konsep Barat.




Tidak lama sesudah itu, seorang kawan saya lainnya   juga seorang doktor
mengembangkan penelitian akupuntur itu lewat teknik pemijatan dan teknik
laser. Bahwa, stimulasi energi itu bisa dilakukan tidak harus dengan tusuk
jarum, melainkan dengan pemijatan atau penyinaran laser. Dan sekali lagi
terbukti, banyak hal bisa dilakukan lewat teknik ini untuk berbagai tujuan.
Mulai dari menyembuhkan pasien sakit, untuk perawatan kecantikan, sampai
pada rekayasa peningkatan produktifitas di dunia peternakan.




2. Penyembuhan Prana




Akhir-akhir ini, kita melihat di Indonesia semakin berkembang
latihan-latihan untuk menggali tenaga prana dari dalam tubuh. Banyak cara
yang digunakan untuk menggalinya. Tapi intinya sama, yaitu menggunakan
gerakan-gerakan tertentu untuk membangkitkan medan elektrostatik yang
kemudian dikumpulkan lewat teknik berkonsentrasi, menuju pusat pusat energi
di dalam tubuh.




Dengan cara itu diharapkan terbentuk suatu sistem energi yang bisa digunakan
kapan pun sesuai kehendak si empunya. Energi itu bisa digunakan untuk
menyembuhkan ketidakseimbangan di dalam diri sendiri. Maupun untuk
menyembuhkan orang lain.




Seseorang dikatakan sakit jika sistem energi itu tidak berada dalam keadaan
seimbang. Alias terjadi kekacauan pada sirkulasi energi. Sakit kepala,
misalnya, adalah kekacauan energi di bagian kepala. Dengan menyelaraskan
kembali sirkulasinya, maka sakit kepala itu akan berangsur angsur hilang
dengan sendirinya.




Jadi, bekerjanya proses penyembuhan itu seperti penularan gelombang
elektromagnetik. Ibaratnya, sepotong besi biasa adalah besi yang tidak
memiliki keteraturan medan magnet. Maka, untuk menjadikan dia sebagai besi
magnet diperlukan energi dari luar yang berfungsi untuk mengatur
keseimbangan atau keteraturan energi di dalamnya.




Caranya, gosoklah besi biasa itu dengan besi magnet secara satu arah, maka
pada gosokan ke sekian kali, besi itu akan berubah menjadi besi magnet.
Karena medan magnetnya telah teratur sesuai dengan yang seharusnya. Sama
dengan keseimbangan energi di dalam tubuh kita. Jika kita sakit, terjadi
kekacauan sistem energinya. Maka kita harus menyelaraskan sistem energi itu
dengan cara meresonansikan energi dari luar tubuh si sakit. Itulah yang
dilakukan oleh para penyembuh lewat sistem prana. Dengan meresonansi secara
berulang-ulang, maka ketidakseimbangan itu bakal berangsur-angsur lenyap.
Dalam waktu bersamaan, rasa sakit kepala pun sima.




Bahkan, bukan hanya rasa sakit yang bisa disembuhkan dengan metode prana
ini. Pada prinsipnya seluruh penyakit yang disebabkan oleh
ketidakkeseimbangan fungsi organ yang berkait sistem energial, juga bisa
disembuhkan, kecuali organ-organ tersebut telah mengalami kerusakan yang
fatal.




3. Penyembuhan lewat aura




Hampir sama dengan penyembuhan lewat prana, seseorang yang sakit juga bisa
disembuhkan lewat perubahan sistem aura tubuhnya. Aura adalah cahaya tipis
yang terpancar dari badan seseorang. Cahaya yang terpancar itu menunjukkan
kondisi badan ataupun kejiwaan seseorang.




Pada dasarnya, semua benda hidup maupun mati  memancarkan aura. Cahaya aura
itu terpancar dari struktur atomnya, akibat terjadinya loncatan-loncatan
energi dari satu tingkatan ke tingkatan yang lain.




Sebagai contoh, NaCl alias garam dapur. Kalau anda melemparkan sedikit garam
ke api, maka garam yang terbakar tersebut akan memercikkan cahaya berwarna
kuning kemerahan. Itu adalah cahaya yang terjadi akibat loncatan energi di
dalam struktur atomnya. Maka kita sebut aura garam adalah kuning kemerahan.




Demikian pula C02. Jika kita memasukkan C02 ke dalam tabung kaca, kemudian
kita proses menjadi sinar laser, maka laser tersebut akan bercahaya merah.
Aura C02 adalah merah. Lampu TL (neon) bercahaya putih. Dan seterusnya.




Aura muncul karena adanya tegangan listrik atau energi tertentu yang
dimasukkan ke dalam struktur atomnya. Dan itu juga terjadi pada manusia.
Badan manusia sebagai benda mati maupun makhluk hidup menyimpan potensial
aura. Sebagai benda mati, aura itu menggambarkan susunan atom dan molekul
yang menyusun badan manusia. Tetapi sebagai benda hidup, aura itu
menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang seiring dengan keseimbangan sistem
energi di dalam tubuhnya.




Setidak-tidaknya ada dua informasi yang bisa diperoleh dengan mempelajari
aura seseorang. Yang pertama informasi keseimbangan fisik. Dan yang kedua,
informasi keseimbangan yang bersifat psikis.




Keseimbangan kondisi fisik seseorang bisa diprediksi dari pola auranya.
Penelitian tentang aura yang semakin berkembang dewasa ini, memungkinkan
kita untuk memotret aura itu dan mempelajari pola polanya.




Kita bisa melihat, betapa pola aura sangat berkait dengan kondisi kesehatan.
Pada orang yang sehat, pola aura di ujung-ujung jari tangannya berbentuk
sempurna. Akan tetapi, pada orang yang sakit, pola auranya tidak beraturan
di beberapa bagian. Bergantung pada keluhan sakitnya.




Sakit jantung memberikan pola aura yang berbeda dengan sakit ginjal. Berbeda
juga dengan pola aura orang sakit liver, sakit pencernaan, dan lain
sebagainya. Dan menariknya, prediksi atau diagonis penyakit lewat pola aura
tersebut menghasilkan kesimpulan yang sama dengan hasil laboratorium
kimiawi.




Ini menunjukkan bahwa tubuh kita ini memiliki banyak 'jendela' untuk
memahami sesuatu yang berada di dalamnya. Bisa lewat laboratorium kimiawi,
bisa lewat foto aura, bisa lewat pijat refleksi, bisa lewat deteksi prana,
bisa lewat iridologi, dan lain sebagainya.




Sementara itu, pola aura di wajah seseorang bisa menggambar-kan kondisi
kejiwaannya. Orang yang sedang marah, misalnya, memancarkan aura kemerahan.
Bergantung pada tingkat kemarahannya. Sedangkan orang yang sabar dan ikhlas
memancarkan warna kebiruan. Orang-orang yang mensucikan diri cenderung ke
arah warna-warna terang, menuju ke arah warna putih.




Dengan demikian, teknik aura bisa membantu kita untuk memahami kualitas
kejiwaan maupun kesehatan fisik seseorang. Sehingga, sebenarnya kita bisa
melakukan pengukuran untuk mendeteksi berhasil tidaknya ibadah seseorang,
lewat foto aura.




Dari berbagai foto aura yang saya analisis, saya menemukan suatu pola yang
menarik yang bisa menggambarkan kualitas kejiwaan seseorang di dalam
beragama. Di antara foto-foto itu termasuk foto aura saya sendiri, dan
sahabat sahabat saya yang menjadi relawan untuk pengamatan ini.




Ternyata kualitas warna aura seseorang memiliki kemiripan dengan gradasi
warna pelangi di dalam sinar matahari. Seperti kita ketahui, warna pelangi
memiliki gradasi warna mulai dari Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila,
Ungu. Seluruh warna itu jika dicampur akan menghasilkan warna Putih.




Maka, sesuai dengan gradasi warna itu, aura seseorang juga menggambarkan
tingkatan-tingkatan kualitas kondisi jiwanya atau bahkan spiritualitasnya.
Aura merah menggambarkan tipikal paling egois, pemarah, pendengki, iri,
pecemburu, posessive, atau secara umum menggambarkan 'gelora nafsu' dan ego
tinggi.




Warna Jingga menunjukkan pergeseran ke arah warna Kuning yang menunjukkan
bergesernya sifat individualistik ke arah sosial. Jika Merah menggambarkan
sifat yang sangat egois, maka Jingga dan Kuning menunjukkan sifat yang
semakin ramah dan mudah bergaul.




Tipikal Kuning adalah tipikal orang yang pandai mencari kawan. Namun, semua
perkawanan dan persahabatannya masih ditujukan untuk kepentingan dirinya.
Meskipun, tujuan itu bisa disembunyikannya secara rapi.




Tingkatan yang lebih tinggi adalah warna Hijau. Warna ini menggambarkan ego
yang semakin rendah, berganti dengan kepedulian dan empati kepada orang
lain. Hijau adalah tipikal dermawan. Orang yang memiliki aura berwarna Hijau
biasanya suka menolong orang lain.


Jika ia punya harta, maka akan menolong orang dengan hartanya. Kalau ia
orang berilmu, maka ia suka mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dan kalau
ia orang yang berkuasa, maka akan menolong orang dengan kekuasaannya. Atau,
jika ia seorang yang bisa mengobati, maka ia akan banyak memberikan bantuan
penyembuhan kepada orang lain. Pendek kata, tipikal Hijau adalah tipikal
yang suka menolong orang lain.




Semakin rendah ego seseorang, maka warna auranya akan semakin ke arah Biru.
Aura ini menggambarkan karakter kontemplatif. Suka merenung mencari jati
diri. Mencari jalan menuju kehidupan yang lebih hakiki. Hatinya cenderung ke
arah kesabaran dan keikhlasan. Dan terus mencari ilmu-ilmu 'hakikat' di
balik kehidupan dunia yang tampak menggiurkan banyak manusia.




Tipikal Biru, cenderung menjadi 'guru sejati' dalam kehidupan manusia. Bukan
sekedar guru sebagai profesi. la mengajarkan ilmunya karena ingin terjadinya
perubahan dalam kehidupan orang-orang di sekitarnya. Bukan karena mengejar
gaji atau pun gengsi.




Meningkat lagi dari tipikal Biru adalah Nila dan Ungu. Aura dengan warna ini
menunjukkan arah kepribadian yang semakin intensif dalam meninggalkan
tujuan-tujuan yang bersifat pribadi   individualistik. la menuju pada
keseimbangan sosial. Kemaslahatan orang banyak.




Barangkali, ia bekerja keras dan mencari harta, tetapi harta yang dia
dapatkan tidak untuk membahagiakan diri sendiri, melainkan untuk kebahagiaan
orang banyak. Termasuk untuk menolong orang-orang yang menderita dan tidak
beruntung, anak-anak yatim piatu, orang orang miskin, orang-orang yang
terpinggirkan, dan lain sebagainya.




Demikian pula barangkali orang yang bertipikal ungu itu tetap terjun dalam
dunia politik untuk mencari kekuasaan. Tetapi kekuasaan yang dia dapatkan
bukan untuk kebahagiaan diri sendiri, melainkan dia gunakan untuk membangun
masyarakat yang adil dan makmur secara sosial. Dan boleh jadi juga, tipikal
ini terus mencari ilmu pengetahuan, namun ilmu yang dia peroleh dia
orientasikan untuk umat. Untuk membangun dan memberdayakan kecerdasan
sosial.




Dan lebih dari semua itu, adalah tipikal manusia dengan aura Putih. Aura
Putih menunjukkan orang-orang yang bisa mengendalikan seluruh
karakter-karakter kemanusiaannya menuju kepada karakter Ketuhanan. Untuk
tujuan-tujuan yang bersifat ilahiah.




Warna Putih adalah peleburan dari seluruh warna yang ada. Ini menunjukkan
bahwa Putih adalah orang yang mampu menggabungkan seluruh potensi
kemanusiaannya, dan kemudian melebur orientasinya hanya untuk berserah diri
sepenuhnya kepada Sang Pencipta.




Ini adalah tingkatan tertinggi dalam perjalanan kehidupan seorang manusia.
Yang oleh Rasulullah Muhammad saw disebut sebagai kemampuan untuk
menundukkan hawa nafsunya, berganti dengan niat Lillaahi Ta'ala  karena
Allah semata. Itulah yang beliau maksudkan dengan kalimat : "belum Islam
seseorang, sampai ia bisa menundukkan hawa nafsunya."




Warna-warna aura di atas menggambarkan bahwa perjalanan kehidupan manusia
adalah beranjak dari kepentingan-kepentingan yang bersifat 'individual',
bergeser menjadi yang bersifat 'sosial', dan kemudian berakhir pada tujuan
yang bersifat 'spiritual'.




4. Penyembuhan lewat Meditasi




Meditasi merupakan cara penyembuhan yang menggabungkan kekuatan fisik dan
kekuatan psikis secara simultan. Meditasi bertumpu pada kekuatan jiwa untuk
mengendalikan kondisi fisik. Termasuk melakukan perubahan-perubahan yang
menuju pada keseimbangan alamiah.




Intinya, diyakini bahwa tubuh memiliki kemampuan self healing alias
menyembuhkan diri sendiri. Kemampuan self healing itu sangat dipengaruhi
kondisi batin. Karena itu batin harus berada dalam keseimbangannya sehingga
bisa meresonsi kondisi badan. Begitulah prinsip dasarnya.




Dengan demikian, maka orang yang ingin melakukan penyembuhan diri lewat
meditasi mesti melakukan proses penyeimbangan kondisi jiwa lewat tata cara
tertentu yang biasanya menuju pada ketenangan dan relaksasi.




Ketenangan dan relaksasi mengambarkan keseimbangan. Ini sebenamya meniru
mekanisme tidur, tetapi dalam kondisi sadar. Bisa dikatakan lidur dalam
sadar. Atau, 'menidurkan' badan, dalam kondisi jiwa tetap terjaga.




Kenapa mesti menidurkan badan? Karena ternyata tubuh mengalami proses
rehabilitasi atau recovery justru pada saat tidur. Reaksi metabolisme di
dalam tubuh memperoleh keseimbangannya kembali lewat tidur. Rasa capek-capek
juga hilang setelah tidur. Demikian pula jiwa yang resah, gelisah, takut,
dan stress, bisa hilang karena tidur.




Oleh sebab itu, orang-orang yang mengalami gangguan secara kejiwaan dan
biasanya berdampak pada kondisi badan   juga 'diobati' dengan obat penenang
yang fungsinya sama dengan efek tidur. Bahkan, sekalian dibuat tidur, lewat
obat penenang itu.




Selain 'menenangkan badan', meditasi juga berfungsi menenangkan pikiran.
Pikiran kalut, gelisah, dan stress ditenangkan serileks mungkin. Banyak cara
yang digunakan untuk mempengaruhi ketenangan pikiran itu. Mulai dari
menggunakan musik berirama slow, atau ada juga yang dibantu lewat sugesti
orang lain penuntun meditasi, atau sampai kepada teknik-teknik yang bersifat
melibatkan dimensi Ketuhanan.




Ujung ujungnya, menghasilkan ketentraman jiwa. Ketentraman itulah salah satu
paramater keberhasilan meditasi seseorang. Jika jiwanya tentram, maka efek
ketentraman itu bakal mengimbas kondisi badannya. Metabolisme dan
fungsi-fungsi organ di dalam tubuh bakal berjalan secara seimbang. Demikian
pula, rasa takut, khawatir, gelisah, dan stress pun sirna.




Dalam agama Islam, dzikir dan shalat adalah bentuk meditasi dengan
melibatkan dimensi ilahiah. Inilah teknik bermeditasi yang paling tinggi.
Dzikir dan shalat yang dilakukan secara benar, bakal memunculkan efek
tentram. Dan kondisi tentram itulah yang menyebabkan terjadinya keseimbangan
secara holistik di dalam tubuh kita. Hal ini dikemukakan oleh Allah di dalam
firman berikut. QS. Ar Ra'd (13): 28


"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi
tenteram."




5. Penyembuhan lewat Puasa




Teknik penyembuhan yang lain adalah lewat puasa. Teknik puasa sudah lama
digunakan sebagai metode penyembuhan. Sudah berumur ribuan tahun. Dan kini
diadaptasi di berbagai negara dengan berbagai modifikasinya. Bahkan di
negara-negara. maju seperti Eropa dan AS telah berdiri ratusan klinik
penyembuhan penyakit yang menggunakan metode puasa.




Intinya kurang lebih sama dengan prinsip dasar penyembuhan Timur lainnya,
yaitu menyeimbangkan fungsi-fungsi di dalam tubuh kita dengan cara
'mengistirahatkan'. Dengan berpuasa itu, sistem pencernaan kita
diistirahatkan atau 'ditidurkan'.




Diharapkan, dengan cara ini, tubuh akan merehabilitasi sendiri
kerusakan-kerusakan yang terjadi di dalam tubuh. Dan kemudian menjadikannya
seimbang secara alamiah. Lebih jauh, teknik puasa ini akan kita kembangkan
dalam diskusi di bagian-bagian selanjutnya.




Akan tetapi secara. global, teknik puasa adalah metode penyembuhan yang
sangat komplet dan memiliki dampak yang langsung bisa diamati perubahannya
pada fisik dan psikis kita. Banyak penyakit yang tidak bisa disembuhkan
dengan metode lain, bisa disembuhkan dengan metode puasa. Asalkan benar
dalam menjalaninya...


















HOMEOSTASIS, KESEIMBANGAN HOLISTIK




Konsep kedokteran Barat dan Timur, akhirnya bertemu di titik yang sama dalam
konsep Homeostasis. Bahwa kesehatan tubuh manusia sangat bergantung kepada
kondisi keseimbangan dalam dirinya. Hanya saja, persepsi tentang
keseimbangan itu sendiri masih mengalami perbedaan.




Pada kedokteran Barat keseimbangan yang dimaksud adalah sistem organik
tubuh. Sedangkan pada kedokteran Timur lebih luas melibatkan jiwa dan
semangat.




Keseimbangan Sistem Organik




Sistem organik di dalam tubuh manusia beroperasi bagaikan sebuah orkestra.
Organ satu dan lainnya beroperasi saling bekerjasama dalam sebuah harmoni
yang luar biasa  sangat mengagumkan, dengan 'dirigen'nya adalah otak.




Otak adalah sistem kendali seluruh aktivitas yang dilakukan oleh seorang
manusia. Jika otak mengalami problem, maka bisa dipastikan manusia itu juga
bakal mengalami problem dalam aktivitas hidupnya.




Seluruh gerakan motorik, proses berpikir, ingatan, perasaan, respon terhadap
dunia luar, sampai pada aktivitas bawah sadar kita dikendalikan oleh otak.
Dan semua itu dikoordinasikan dengan sangat canggih lewat berbagai mekanisme
saraf, hormonal, otot, organ, dan berbagai fungsi jaringan. Sehingga badan
manusia bisa beraktivitas secara harmonis. Jika tidak, maka kacaulah segala
aktivitas kehidupan kita.




Sebagai contoh, proses apakah yang terjadi di dalam tubuh seseorang ketika
dia menyetir mobilnya? Yang terjadi sungguh di luar dugaan kita. Terjadi
jutaan proses di dalam tubuh kita yang berjalan secara harmonis dan
terkendali, supaya 'nyetir' kita itu tidak nabrak sana dan tidak nabrak
sini.




Yang pertama, seseorang yang mau menyetir mobil harus berada dalam keadaan
sadar. Artinya, jiwa kita sedang dalam keadaan stabil dan tidak emosional.
Yang kedua, fungsi fungsi organ tubuh seperti jantung, paru, ginjal, liver,
saraf, mata, telinga dan lain sebagainya mesti berjalan baik. Jika tidak,
bakal menimbulkan gangguan selama kita 'nyetir'




Yang ketiga, ketika kita mulai menjalankan mobil terjadi suatu proses
koordinasi yang sangat canggih antara mata, telinga, perasaan, kaki, dan
tangan. Dan semua itu dikendalikan lewat otak. Kecepatan proses yang
terlibat di dalam aktivitas itu ordenya sepersekian detik, supaya respon
kita tepat waktu dan tepat sasaran.




Coba bayangkan, ketika mulai menyetir mobil, mata kita menangkap bayangan di
sekitar mobil kita. Bayangan berbagai benda itu ditangkap oleh retina mata
dengan proses yang menakjubkan, lantas dikirim ke pusat penglihatan di otak.
Saat itu, kita 'merasa' melihat benda-benda tersebut.




Setelah itu, ada proses kompleks yang terlibat di dalam otak kita untuk
menyikapi penglihatan tersebut. Sehingga akhirnya kita memutuskan untuk
menjalankan mobil atau tetap berhenti. Sampai di tingkat ini saja, sebenamya
sudah terjadi ratusan proses untuk membuat keputusan awal.




Padahal kita tahu, bersamaan dengan berlangsungnya proses pembuatan
keputusan awal itu, jantung terus berdenyut seirama dengan tugas paru-paru
menyaring oksigen dari udara untuk mendukung otak dalam membuat keputusan.
Dan proses pencernaan, beserta seluruh organ dalam tubuh juga sedang
mensuplai pasokan gizi agar otak tetap memiliki energi untuk berpikir.
Begitu pula berbagai macam hormon, enzim, dan seluruh jaringan otot dan
saraf, semuanya mendukung terjadinya keputusan yang dibuat oleh otak
tersebut.




Kalau semuanya berjalan lancar sesuai keinginan otak, maka proses
pengambilan keputusan untuk 'menjalankan mobil atau tetap berhenti' itu
bakal terjadi. Tetapi, jika ada trouble pada salah satu komponen pengambilan
keputusan tersebut, maka otak bakal kesulitan memutuskan apa yang harus
dilakukan. Dan hebatnya, proses yang sangat panjang itu hanya terjadi dalam
orde detik!




Itu baru satu proses pengambilan keputusan awal. Belum proses yang lebih
rumit yaitu ketika di jalan tol Anda ngebut memacu mobil menuju suatu
tempat. Maka selama proses menyetir mobil itu seluruh organ dan jaringan di
dalam tubuh bakal terlibat untuk mendukung keputusan keputusan otak dari
detik ke detik, dari menit ke menit berikutnya.




Sekali lagi semuanya dikendalikan otak dengan kecepatan dan kecanggihan
proses yang luar biasa. Jika, seluruh organ, jaringan, dan berbagai kelenjar
tidak mengikuti proses tersebut, alias berjalan sendiri sendiri, maka tubuh
kita bakal mengalami proses kehancuran yang sangat dramatis...




Keseimbangan sistem Holistik




Kita bakal lebih takjub lagi ketika mencoba memahami, betapa keseimbangan
itu temyata tidak berhenti pada sistem organik saja, melainkan terkait erat
dengan sistem jiwa.




Banyak hal yang tidak bisa dijelaskan dengan sekadar memahami sistem
organik. Di antaranya adalah beberapa penyakit psikosomatik, yaitu penyakit
yang muncul akibat stress, depresi, kegelisahan atau ketakutan yang
berlebihan.




Seseorang, misalnya, bisa mengalami sakit maag, dikarenakan kegelisahan yang
berlebihan. Sakit seperti ini tidak mempan 'diobati' dengan obat maag,
karena sumbernya memang bukan sekadar masalah organik, melainkan di jiwa.
Maka yang harus diobati adalah jiwanya. Barulah kemudian gejala sakitnya
hilang secara permanen. Jika tidak, maka gejala sakit itu bakal muncul
berulang-ulang.




Stress dan depresi juga bisa memicu munculnya berbagai macam gejala sakit,
seperti sakit kepala berkepanjangan, atau veltigo (hilang keseimbangan) dan
dimensia (pikun). Apalagi pada orang-orang yang kemampuan fisiknya sudah
menurun, seperti pada orang berusia lanjut.




Nah, hal hal tersebut mulai sulit untuk dijelaskan dengan pendekatan sistem
organik semata. Pendekatan yang bersifat holistik akan lebih pas kita
gunakan dalam memahami kasus semacam itu.




Dalam pendekatan sistem holisfik, kita memandang manusia sebagai satu
kesatuan antara jiwa dan raga. Antara lahir dan batin. Sehingga kondisinya
menjadi sangat dinamis. Manusia tidak hanya bergantung pada sistem
organiknya saja, melainkan juga pada kekuatan jiwanya.




Hal ini bisa kita gunakan untuk memahami, kenapa ada seseorang yang
dinyatakan sudah sangat parah sakitnya, tetapi dia masih mampu bertahan
karena memiliki semangat yang besar untuk hidup. Saya sendiri menemui kasus
semacam itu beberapa kali.




Ada seorang yang menderita kanker otak pada stadium 4. Dia dinyatakan oleh
dokter tidak akan bertahan lebih dari 3 bulan. Sebagai tanda tingkat
keparahannya, kawan saya ini mengalami kejang-kejang yang semakin hari
semakin meningkat frekuensinya. Dia pun lantas putus asa untuk bisa
mengatasi penyakitnya. Dalam kondisi demikian, ada seseorang yang
menasehatinya agar pasrah dan mengikhlaskan saja untuk menerima cobaan
tersebut. Karena segala penyakit datangnya dari Allah. Kalau Dia menghendaki
sakit, maka tidak ada yang bisa menolaknya. Sebaliknya, jika Dia menghendaki
kesembuhan, juga tidak ada yang bisa menghalangi.




Dan kemudian, orang itu menyarankan kepadanya agar 'kontak' sendiri dengan
Allah untuk mohon kesembuhan, lewat shalat tahajjud dan memperbanyak
dzikrullah. Akhimya, karena sudah tidak melihat jalan lain lagi, maka ia
lantas menjalani saran itu.




Dan, ini yang penting, dia benar-benar melakukan itu sepenuh hati agar
diijinkanNya untuk memiliki umur yang lebih panjang. Tidak ada keraguan
sedikit pun di hatinya bahwa Allah tidak akan mengabulkan do'anya. la yakin
seyakin-yakinnya, Allah bakal menolongnya. Atau, kalaupun tidak, dia sudah
ikhlas menyerahkan hidup dan matinya kepada Sang Penguasa Kehidupan.




Maka, yang terjadi sungguh sangat menakjubkan. Kepasrahan dan keikhlasannya
yang luar biasa dalam menyongsong 'saat-saat kematiannya' itu mulai
membuahkan hasil. Semakin dekat dengan 'garis kematiannya' justru kondisi
fisiknya menjadi semakin membaik.




Yang tadinya mulai kejang-kejang, dengan frekuensi sering; kini frekuensinya
menjadi semakin jarang. Dan semakin hari, semakin jarang.




Sehingga suatu ketika dia merasa bersyukur, karena 3 bulan berlalu, dia
bukannya 'tutup usia' seperti ramalan dokter yang menanganinya, melainkan
berangsur-angsur tambah sehat. Dan setahun kemudian, dia benar-benar sehat
seperti sedia kala.




Dalam kasus ini, saya hanya ingin mengatakan betapa prediksi dokter yang
melakukan kalkulasi melalui pendekatan sistem organik meleset. Secara medis,
sangat jelas bahwa sistem organik di dalam tubuhnya mengalami penurunan
kondisi terus menerus secara signifikan. Dan bisa dilihat trennya. Namun,
ternyata kekuatan psikologisnya mampu mendongkrak kembali kondisi yang
semakin parah itu, berbalik arah menjadi membaik.




Kita melihat betapa dahsyatnya kekuatan psikologis bisa mengalahkan dominasi
fisiknya. Bahkan memiliki daya menyembuhkan yang jauh lebih hebat
dibandingkan teknik-teknik modem mana pun yang pemah dia jalani. Ya, temyata
mekanisme di dalam tubuhnya sendiri bisa mengatasi ketidakseimbangan sistem
yang terjadi lewat kanker otak itu.




Dengan sudut pandang yang lain, kita juga bisa melihat betapa penyembuhan
penyakit fisik tidak selalu harus dilakukan lewat pendekatan organik.
Pendekatan yang bersifat psikis atau spirit ternyata bisa juga memberikan
dampak yang signifikan. Asalkan kita faham mekanisme yang terjadi di dalam
tubuh kita. Intinya, semua harus menuju pada keseimbangan sistem holistik di
dalam tubuh. Lebih jauh, akan kita bahas kemudian.



Jumat, 14 Januari 2011

Ana Khairu Minhu

Suatu hari, Allah SWT berfirman kepada Nabi Musa as, "Hai Musa, bila nanti
kau akan bertemu dengan-Ku lagi, bawalah seseorang yang menurutmu kamu lebih
baik daripada dia." Nabi Musa as lalu pergi ke mana-mana; ke jalanan, pasar,
dan tempat-tempat ibadat. Ia selalu menemukan dalam diri setiap orang itu
suatu kelebihan dari dirinya. Mungkin dalam beberapa hal yang lain, orang
itu lebih jelek dari Nabi Musa, tetapi Nabi Musa selalu menemukan ada hal
pada diri orang itu yang lebih baik dari dirinya. Nabi Musa tidak
mendapatkan seorang pun yang terhadapnya Nabi Musa dapat berkata, "Aku lebih
baik dari dia."


Karena gagal menemukan orang itu, Nabi Musa masuk ke tengah-tengah binatang.
Dalam diri binatang pun ternyata selalu ada hal-hal yang lebih baik daripada
Nabi Musa. Seperti kita ketahui, burung Merak, misalnya, bulunya jauh lebih
bagus dari bulu manusia. Sampai akhirnya Nabi Musa melewati seekor anjing
kudisan. Nabi Musa berpikir, "Mungkin sebaiknya aku pergi membawa dia." Ia
pun lalu mengikat leher anjing itu dengan tali. Namun ketika sampai ke suatu
tempat, Nabi Musa melepaskan anjing itu.


Ketika Nabi Musa datang untuk bermunajat lagi di hadapan Allah SWT, Tuhan
bertanya, "Ya Musa, mana orang yang Aku perintahkan kepadamu untuk kaubawa?"
Nabi Musa menjawab, "Tuhanku, aku tidak menemukan seseorang pun yang aku
lebih baik darinya." Tuhan lalu berfirman, "Demi keagungan-Ku dan
kebesaran-Ku, sekiranya kamu datang kepadaku dengan membawa seseorang yang
kamu pikir kamu lebih baik darinya, Aku akan hapuskan namamu dari daftar
kenabian."


Kata ana khairun minhu atau "Aku lebih baik dari dia" pertama kali diucapkan
oleh Iblis untuk menunjukkan ketakaburannya. Tuhan menyuruhnya untuk sujud
kepada Adam as tapi Iblis tidak mau. Ia beralasan, "Aku lebih baik dari dia.
Kau ciptakan aku dari api dan Kau ciptakan dia dari tanah." Takabur yang
dilakukan oleh Iblis pertama kali itu adalah takabur karena nasab, takabur
karena keturunan.


Menurut Al-Ghazali, di antara beberapa faktor yang menyebabkan orang menjadi
takabur dan berfikir, "Aku lebih baik dari dia," adalah nasab. Iblis adalah
tokoh takabur karena nasab yang paling awal. Kebanggaan atau kesombongan
karena nasab ini pernah menjadi satu sistem dalam masyarakat feodal.
Feodalisme adalah sistem kemasyarakatan yang membagi masyarakat berdasarkan
keturunannya. Sebagian masyarakat disebut berdarah biru dan sebagian lagi
berdarah merah.


Ada sebuah buku yang dengan secara terperinci mengkritik sebagian sayyid
atau keturunan Rasulullah saw yang merasa bahwa mereka lebih utama dari
orang yang bukan sayyid. Sebagian sayyid itu berpendapat bahwa jika ada
orang bukan sayyid yang beramal saleh sebanyak-banyaknya, derajatnya akan
tetap lebih rendah dari seorang sayyid yang beramal maksiat. Menurut penulis
buku tersebut, seorang sayyid yang berpendapat seperti itu pastilah seorang
sayyid yang ahmaq atau tolol. Dalam salah satu buku itu, ia memberikan
contoh sayyid yang berpikiran seperti itu sebagai orang yang takabur karena
nasabnya. Ternyata, penulis buku itu pun adalah seorang sayyid. Namanya
Al-Sayyid Abdul Husain Asghai.#


Penulis itu mengingatkan saya kepada Imam Ali Zainal Abidin as. Ia pernah
menangis terisak-isak di hadapan Baitullah. Thawus Al-Yamani mendekatinya
dan bertanya, "Wahai Imam, mengapa engkau harus beribadat seperti ini?
Bukankah kakekmu Rasulullah saw dan ibumu Fathimah as?" Lalu Imam dengan
marah menjawab, "Jangan sebut-sebut di hadapanku ibuku dan kakekku, karena
Allah SWT akan memberikan surga kepada siapa saja yang taat kepada-Nya,
walaupun ia adalah seorang budak dari Afrika. Dan Allah akan memasukkan ke
neraka siapa saja yang maksiat kepada-Nya walaupun ia adalah seorang sayyid
dari bangsa Quraisy."


Berbangga sebagai keturunan Rasulullah saw saja adalah suatu perbuatan
takabur, apalagi berbangga sebagai keturunan bukan Rasulullah saw. Orang
yang berbangga karena keturunannya yang bukan Rasulullah saw adalah seperti
orang miskin yang takabur. Hal itu bukan berarti orang kaya boleh takabur.
Orang kaya yang takabur pun akan dimasukkan ke neraka.


Kehormatan dalam Islam tidak ditegakkan berdasarkan nasab. Tuhan berfirman,
"Inn $B!) (Jakramakum $B!) (Jndall $B!) (Ji atq $B!) (Jum. Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa." (QS. Al-Hujrat 13 ) Pernah
pada suatu hari, seseorang datang kepada Rasulullah saw dengan membanggakan
nasabnya. Di kalangan masyarakat Arab waktu itu, kebanggaan suatu nasab
didasarkan pada jumlah jasa yang dilakukan nasab itu. Karena itu, mereka
sering menyebut-nyebut jasa orang tua mereka. Orang itu memperkenalkan
dirinya dengan menyebut silsilah orang tuanya sampai keturunan kesembilan.
Rasulullah saw hanya menjawab pendek, "Wa anta $BBd (Jsyiruhum fin n $BcS (J. Dan
engkau, keturunan yang kesepuluh, di neraka." Ia masuk neraka karena
ketakaburannya.


Ketika berhadapan dengan orang yang takabur karena nasabnya, yang
membanggakan kehebatan orang tuanya, Sayidina Ali berkata, "Ucapan kamu
benar. Tapi alangkah jeleknya yang dilahirkan oleh orang tuamu."


Al-Ghazali membagi takabur kepada dua bagian. Pertama, takabur dalam urusan
agama dan kedua, takabur dalam urusan dunia. Takabur dalam urusan agama
dibagi lagi menjadi dua; takabur karena ilmu dan takabur karena amal.
Menurut Al-Ghazali, yang banyak takabur karena ilmu adalah para ilmuwan,
filusuf, dan ulama. Apa tanda-tanda orang yang takabur karena ilmunya? Ia
tidak mau mendengarkan nasihat dari orang yang lebih bodoh darinya. Ia
merasa dirinya paling pintar dan tidak memerlukan bantuan orang lain.


Daniel Goleman, dalam bukunya Emotional Intelligence, menceritakan kisah dua
orang yang lulus bersamaan dari perguruan tinggi. Satu orang di antaranya
luar biasa pintar dan lulus dengan nilai tertinggi sementara seorang yang
lain lulus dengan nilai pas-pasan. Dua tahun kemudian, diselidiki nasib
kedua orang itu. Orang yang pintar itu ternyata menganggur sementara orang
yang tidak pintar telah menjadi manajer di sebuah perusahaan. Selidik punya
selidik, ternyata orang pintar itu tidak tahan bekerja di satu tempat,
karena dia tidak bisa bekerja sama dengan orang lain. Ia merasa dirinya
pintar sehingga tidak memerlukan bantuan orang lain.


Takabur yang kedua di dalam urusan agama adalah takabur karena amal. Jika
seseorang banyak beramal, ia bisa menjadi sombong. Dalam sebuah hadis
diriwayatkan seseorang yang datang ke majelis Nabi. Orang itu dipuji para
sahabat karena kebagusan ibadatnya. Tapi Nabi mengatakan, "Aku melihat bekas
tamparan setan di wajahnya." Nabi kemudian menyuruh sahabat membunuh orang
itu. Orang itu merasa amal dirinya paling baik di antara orang lain. Di
waktu lain, Rasulullah saw bersabda, "Jika ada seseorang yang berkata,
$B!) (Janusia ini semuanya sudah rusak, $B!) (Jdan ia merasa bahwa hanya dirinya yang
tidak rusak) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya dia yang paling rusak."


Ada orang yang merasa amalnya sudah bagus sehingga dia merendahkan orang
lain. Ada juga orang yang merasa dirinya amat saleh dan segera menganggap
rendah orang lain yang tidak salat berjemaah di masjid seperti dirinya. Ia
pun mengecam orang lain yang salatnya dijamak. Orang-orang seperti itu
termasuk orang yang takabur karena amalnya.


Sayidina Ali mengajarkan kepada para pengikutnya, "Kalau kamu berjumpa
dengan orang yang lebih muda, berpikirlah dalam hatimu: Pasti dosanya lebih
sedikit dari dosaku. Kalau kamu berjumpa dengan orang yang lebih tua,
berpikirlah dalam hatimu: Pasti amalnya lebih banyak dari amalku." Setiap
orang pasti ada kelebihannya. Kita juga punya kelebihan, tetapi hal itu
tidak menyebabkan kita menjadi lebih mulia daripada orang lain. Begitu kita
merasa diri kita lebih mulia dari orang lain dan ingin diperlakukan sebagai
orang mulia secara diskriminatif, kita sudah jatuh kepada takabur.
Takaburnya bisa karena ilmu atau karena amal.


Takabur bagian kedua menurut Al-Ghazali adalah takabur dalam urusan dunia.
Takabur dalam urusan dunia disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena
nasab, seperti telah dijelaskan di atas. Kedua, karena harta kekayaan.
Ketiga, karena kekuasaan. Keempat, karena kecantikan. Kelima, karena
banyaknya anak buah dan pengikut. Penyakit yang terakhir ini biasanya
diderita oleh para ulama.


Rasulullah saw bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya
terdapat takabur walaupun hanya sebesar biji sawi." Kita dapat mengukur hati
kita, apakah terdapat sebutir takabur atau tidak, dengan menjawab beberapa
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan itu sebagai berikut: Ketika Anda masuk ke
dalam sebuah majelis dan melihat kawan Anda yang setara dengan Anda duduk di
tempat yang lebih mulia, sementara Anda duduk di tempat yang lebih rendah,
apakah ada perasaan berat dalam diri Anda? Ketika Anda akan memilih menantu
dan memperhatikan keturunan calon menantu itu, lalu ternyata keturunannya
tidak sebanding dengan Anda, apakah Anda merasa berat menerimanya? Apakah
Anda merasa berat menerima nasihat dari orang yang lebih rendah daripada
Anda? Apakah Anda merasa berat untuk memakai pakaian yang jelek ketika
menghadiri pengajian? Jika Anda menjawab "ya" untuk salah satu dari
pertanyaan di atas, ketahuilah, Anda sudah jatuh ke dalam takabur.


Saya akhiri tulisan ini dengan sebuah hadis. Rasulullah saw bersabda,
"Pastilah orang yang takabur itu punya cacat dalam dirinya yang ia
sembunyikan." Hadis itu saya kira sangat modern. Menurut Psikologi mutakhir,
orang-orang yang arogan atau sombong di dunia ini sebetulnya adalah orang
yang menderita cacat tertentu yang tidak kita ketahui dan mereka berusaha
menutupinya.


Kita dapat mengobati perasaan takabur dengan istighfar dan bersikap tawadhu.
Tidak ada obat bagi takabur selain bersikap rendah hati.


(Ceramah KH. Jalaluddin Rakhmat pada Pengajian Ahad, tanggal 5 September
1999, di Masjid Al-Munawwarah, Bandung. Dengan beberapa perubahan
redaksional, ceramah ini ditranskrip oleh Ilman Fauzi R

Kamis, 06 Januari 2011

10 Ribu Rupiah Membuat Anda Mengerti Cara Bersyukur

*10 Ribu Rupiah Membuat Anda Mengerti Cara Bersyukur*
 Ust. Bobby Herwibowo  

Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan
manusia tidak bersyukur.
QS. Al Baqarah : 243

Menjelang Ramadhan tahun ini ada seorang sahabat menuturkan kisahnya.
Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya
berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan.

Usai mereka membayar semua barang belanjaan. Tangan-tangan mereka sarat
dengan tas plastik belanjaan. Baru saja mereka keluar dari toko
swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu
bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri
Budiman, “Beri kami sedekah, Bu!”

Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar
uang kertas berjumlah 1000 rupiah.

Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala ia tahu jumlahnya dan
ternyata itu tidak mencukup kebutuhannya, ia kemudian menguncupkan
jari-jarinya dan ia arahkan kearah mulutnya, kemudian ia memegang kepala
anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke
arah mulutnya. Seolah ia berkata dengan bahasa isyarat, “Aku dan anakku
ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami tambahan sedekah
untuk bisa membeli makanan.”

Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas
isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, “Tidak... tidak, aku
tidak akan menambahkan sedekah untukmu!”

Ironisnya meski ia tidak menambahkan sedekahnya malah istri dan putrinya
Budiman menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada
kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek
saldo rekeningnya. Saat itu memang adalah tanggal dimana ia menerima
gajian dari perusahaannya, karenanya Budiman ingin mengecek saldo
rekeningnya.

Ia sudah berada di depan ATM. Ia masukkan kartu ke dalam mesin tersebut.
Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncullah
beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil
dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.

Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM.
Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu
ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10
ribu yang ia tarik dari dompet. Kemudian uang itu ia lipat menjadi kecil
dan ia berniat untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta
tambahan sedekah.

Budiman memberikan uang itu. Lalu saat sang wanita melihat nilai uang
yang ia terima betapa girangnya dia. Ia berucap syukur kepada Allah dan
berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan:

“Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan!
Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga
Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga.
Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga
harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan
keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!”

Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu
mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap
terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi
sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali
lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, “Dik,
Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!”

Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita
tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan.
Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang
berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan
di sana.

Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan
putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini
mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. “Ada apa Pak?”
Istrinya bertanya.

Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan:
“Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu
rupiah!”
Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman menyatakan
bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis, namun Budiman
melanjutkan kalimatnya:

“Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia
berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu
saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita.
Panjaaaang sekali ia berdoa!

Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah
sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM
saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin
ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo
itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur,
dan aku lupa berucap hamdalah.

Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu
bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang
demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia
yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang
menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap
hamdalah.”

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan
beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah
menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba.

Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang suka lalai atas segala
nikmat-Mu!